Portal Komuniti UNITEN KSHAS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Portal Komuniti UNITEN KSHAS

Portal Komuniti Universiti Tenaga Nasional Kampus Sultan Haji Ahmad Shah
 
HomePortalSearchLatest imagesRegisterLog in

 

 menGaPa kiTer beraGaMa =)

Go down 
AuthorMessage
akhi.almujahid

akhi.almujahid


Posts : 6
Join date : 2007-09-03
Location : meRu :: kLanG :: seLanGor

menGaPa kiTer beraGaMa =) Empty
PostSubject: menGaPa kiTer beraGaMa =)   menGaPa kiTer beraGaMa =) Icon_minitimeMon Sep 03, 2007 12:10 am

“Dasar pertama agama (dîn) adalah mengenal-Nya”. Ungkapan ini sangat tepat dan pada tempatnya, mengingat banyak orang yang beragama, tetapi tidak mengenal agamanya dengan baik. Padahal, mengenal agama seharusnya berada pada peringkat awal sebelum mengamalkan ajarannya.

Tetapi secara realiti, keberagamaan sebahagian besar dari mereka tidak sebagaimana mestinya. Nah, dalam kesempatan ini kami akan memberikan penjelasan tentang mengapa kita beragama dan bagaimana seharusnya kita beragama dan bagaimana seharusnya kita beragama? Sehingga kita beragama atas dasar bashirah (pengetahuan, pengertian dan bukti).
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad), inilah jalan-Ku. Aku mengajak kepada Allah dengan bashirah (hujjah yang nyata).” (Yusuf: 108). Namun, sebelum menjawab dua pertanyaan di atas, ada baiknya kami terlebih dahulu membicarakan tentang din itu sendiri.
Din berasal dari bahasa Arab dan dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 92 kali. Menurut erti bahasa (etimologi), din diartikan sebagai balasan dan ketaatan. Dalam erti balasan, Al-Qur’an menyebutkan kata din dalam surah Al-Fatihah ayat 4, maliki yawmiddin – “(Dialah) Pemilik (raja) hari pembalasan.“ Demikian pula dalam sebuah hadis, din diertikan sebagai ketaatan. Rasulullah saw bersabda, “ad-dinu nashihah (Agama adalah ketaatan).”
Sedangkan menurut terminologi teologi, din diartikan sebagai sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan membawa seseorang kepada kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Berdasarkan hal di atas, din mencakup tiga dimensi, (1) keyakinan (aqidah), (2) hukum (syariat) dan (3) norma (akhlak). Ketiga dimensi tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berkaitan dan tidak boleh dipisahkan antara satu dengan lainnya. Dengan menjalankan din, kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat. Seseorang dikatakan mutadayyin (berdin dengan baik), jika dia dapat melengkapi dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut secara sempurna, sehingga dia pasti berbahagia.
Dalam dimensi keyakinan atau aqidah, seseorang harus meyakini dan mengimani beberapa perkara dengan kukuh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan lagi. Keyakinan seperti itu akan diperoleh seseorang dengan hujah (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan ini pada intinya berkisar pada keimanan kepada Allah dan hari akhirat.
Adapun syariat adalah berdasarkan logik dan praktik dari keyakinan. Mengamalkan syariat merupakan manifestasi dari keyakinan. Sehingga sulit dipercayai jika seseorang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhirat tetapi tidak mengindahkan syariat-Nya, kerana syariat merupakan kewajiban dan larangan yang datang dari-Nya.
Sedangkan akhlak adalah tuntutan akal-budi (aqal amali) yang mendorong seseorang untuk mengindahkan norma-norma dan meninggalkan keburukan-keburukan. Seseorang belum boleh dikatakan mutadayyin selagi tidak berakhlak - “la dina liman la akhlaqa lahu”. Demikian pula, keliru sekali jika seseorang terlalu mementingkan akhlak dari pada syariat.
Dari ketiga dimensi din tersebut, keyakinan (aqidah) menduduki posisi yang paling prinsip dan menentukan. Dalam pengertian, bahawa yang menentukan seseorang itu mutadayyin atau tidak adalah keyakinannya. Dengan kata lain, yang memisahkan seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (atheis) adalah keyakinannya. Lebih khusus lagi, bahawa keyakinanlah yang menjadikan seseorang itu disebut muslim, kristian, yahudi atau lainnya.
Marilah kita kembali pada pertanyaan semula, “mengapa kita beragama?”. Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya, termasuk malaikat, kerana manusia dicipta dari unsur yang berbeza, iaitu unsur haiwani / materi dan unsur ruhani / immateri. Memang, dari unsur haiwani manusia tidak lebih dari binatang, bahkan lebih lemah darinya. Bukankah banyak diantara binatang yang lebih kuat secara fizik dari manusia? Bukankah ada binatang yang memiliki ketajaman mata yang melebihi mata manusia? Bukankah ada pula binatang yang penciumannya lebih peka dan lebih tajam dari penciuman manusia? Dan, sejumlah kelebihan-kelebihan lainnya yang dimiliki selain manusia.
Sehubungan ini Allah swt berfirman, “Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (An-Nisa: 28). “Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua.” (Rum: 54). Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.
Kerana itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan penampilan fiziknya, di samping itu penampilan fizik adalah wahbi sifatnya (semata-mata pemberian dari Allah, bukan hasil usahanya).
Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakupi hati dan akal, keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara fizik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya. Kerana unsur inilah Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (lihat surat Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat Al-Qur’an ditegaskan, “Sungguh telah kami muliakan anak-anak Adam, kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta kami anugerahi mereka rezeki. Dan sungguh kami utamakan mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya.” (Al-Isra: 70).
Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bil-quwwah) yang perlu dinyatakan (bil-fi’li) dan ditampakkan. Oleh kerana itu, jika sebahagian manusia lebih utama dari sebahagian lainnya, maka hal itu semata-mata kerana hasil usahanya sendiri, kerana itu dia berhak berbangga atas lainnya. Sebahagian mereka ada pula yang tidak berusaha menyatakan dan menampakkan potensinya itu, atau menyatakan hanya untuk memuaskan tuntutan haiwaninya, maka orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari binatang (Al-A’raf: 170 dan Al-Furqan: 42).
Termasuk ke dalam unsur ruhani adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar manusia untuk maju dan sempurna. Din adalah bahagian dari fitrah manusia.
Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Murtadha Muthahhari menyebutkan adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia, iaitu mencari kebenaran (haqiqat), condong kepada kebaikan, condong kepada keindahan, berkarya (kreativiti) dan cinta (isyq) atau menyembah (beragama). Sedangkan menurut Syeikh Ja’far Subhani, terdapat empat macam kecenderungan pada manusia, dengan tanpa memasukan kecenderungan berkarya seperti pendapat Syahid Muthahhari (kitab al-Ilahiyyat, juz 1).
Kecenderungan beragama merupakan bahagian dari fitrah manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk cenderung beragama,dalam erti manusia mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta ingin menyembah pemilik kesempurnaan tersebut.
Syeikh Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Ma’arif Al-Qur’an, juz 1 halaman 37, menyebutkan adanya dua ciri fitrah, baik fitrah beragama mahupun lainnya, yang terdapat pada manusia, iaitu pertama kecenderungan-kecenderungan (fitrah) tersebut diperoleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya, dan kedua fitrah tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada setiap orang berbeza, ada yang kuat dan ada pula yang lemah.
Dengan demikian, manusia tidak harus dipaksa beragama, namun cukup kembali pada dirinya untuk menyambut suara dan panggilan hatinya, bahawa ada sesuatu yang menciptakan dirinya dan alam sekitarnya.
Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atau apa yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan bahagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahawa beragama merupakan fitrah manusia. Allah Ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus, sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan.” (Rum: 30).
Back to top Go down
 
menGaPa kiTer beraGaMa =)
Back to top 
Page 1 of 1

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
Portal Komuniti UNITEN KSHAS :: Umum Dan Pelbagai :: Artikel-
Jump to: